Asal-usul Nama Sukoharjo. Nama Sukoharjo diyakini berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu suka dan harja, yang berarti daerah yang mendatangkan kesejahteraan. Nama Sukoharjo ini awalnya muncul saat Susuhunan Pakubuwono II sedang mencari daerah baru untuk keraton. Daerah baru dicari karena Keraton Mataram di Kartasura sudah hancur akibat
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. sumber Alkisah, Sunan Katong dari Demak melakukan perjalanan ke Tanah Perdikan Prawoto. Beliau diutus oleh Wali Songo untuk menyadarkan Empu Pakuwaja yang merupakan murid dari Syeh Siti Jenar. Dalam perjalanannya beliau ditemani oleh tiga santrinya yaitu Wali Jaka, Ki Tekuk Penjalin, dan Kyai Gembyang. Sesampainya di tempat tujuan, beliau mendirikan sebuah Padhepokan di tepian Kali Sarean. Beliau adalah sosok ulama yang berilmu tinggi, berbudi luhur dan disegani. Tak perlu waktu lama bagi beliau untuk mendapatkan banyak santri. Berbondong-bondong orang datang ke padhepokan untuk belajar ilmu agama. *** Empu Pakuwaja adalah seorang bangsawan trah Majapahit. Dia seorang yang gagah berani, berwatak keras dan teguh pendirian. Dia mempunyai 2 orang putri yang bernama Surati dan Raminten. Padhepokannya berada di daerah Getas. Dia juga mempunyai murid kesayangan, yaitu Jaka Tuwuk dan Pilang. Ketika Sunan Katong menemuinya dan berusaha mengajaknya kembali ke dalam ajaran Islam yang sejati, Empu Pakuwaja menolak. Dia justru menantang Sunan Katong untuk bertanding adu kekuatan. Sunan Katong meladeni tantangan Empu Pakuwaja. Maka bertandinglah kedua orang tersebut. Mereka mengeluarkan ilmu olah bathin. Akhirnya Sunan Katong berhasil melukai Empu Pakuwaja. Dalam keadaan terluka Empu Pakuwaja berlari dan mencoba bersembunyi dari kejaran Sunan Katong. Dalam pelariannya Empu Pakuwaja merasa haus yang teramat. Ketika sampai di depan sebuah rumah, Empu Pakuwaja segera memasukinya. Rumah itu sepi ditinggal penghuninya ke sawah. Empu Pakuwaja memasuki rumah tersebut. Di atas meja dia melihat sebuah kendi berisi air nira yang akan dimasak menjadi gula. Karena rasa haus yang tak tertahan, diapun segera meminum air tersebut dan menghabiskannya. Karena kekenyangan minum air tersebut, akhirnya Empu Pakuwaja tertidur. Tak lama kemudian dia terbangun karena mendengar suara pertengkaran dua orang yang ternyata adalah suami istri yangmempunyai rumah itu. Mereka adalah Pak Singo dan Mbok Singo yang bertengkar karena air nira yang akan dibuat menjadi gula habis. Mereka tidak tahu bahwa Empu Pakuwajalah yang telah menghabiskan air tersebut. Karena merasa terganggu dengan keributan tersebut, tanpa banyak bicara Empu Pakuwaja membunuh kedua suami istri tersebut. Tempat itu kemudian dikenal dengan nama Singopadu padu = bertengkar. Sunan Katong terus mengejar di belakang Empu Pakuwaja. Ketika dia merasa Sunan Katong berada tak jauh darinya, maka Empu Pakuwaja bersembunyi di sebuah pohon Kendal yang berlubang. Ternyata Sunan Katong mengetahui tempat persembunyian Empu Pakuwaja tersebut. Akhirnya Sunan Katong berhasil menangkap Empu Pakuwaja. Empu Pakuwaja kemudian menyerah dan mengakui kesaktian dan ketinggian ilmu Sunan Katong. Diapun bersedia menjadi pengikut Sunan Katong, bahkan dia menjadi murid kesayangan. Tempat menyerahnya Empu Pakuwaja itu di kemudian hari dinamakan Kendal. Selain nama pohon, Kendal juga berarti penerang, Sunan Katong berhasil memberikan penerangan kepada Empu Pakuwaja dan membawanya kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya. *** Pada suatu hari, Empu Pakuwaja marah kepada putrinya, Raminten. Raminten mencintai Jaka Tuwuk, padahal Empu Pakuwaja sudah menjodohkan Jaka Tuwuk pada Surati. Ternyata Jaka Tuwuk juga mencintai Raminten, mereka saling mencintai. Empu Pakuwaja yang mengetahui hal tersebut sangat marah. Lalu dia mencari Raminten dengan maksud menghajarnya. Raminten yang paham akan watak keras ayahnya, segera melarikan diri. Dia mencari perlindungan, dan dia merasa orang yang bisa melindunginya hanyalah Sunan Katong. Karenanya diapun menghadap Sunan Katong dan meminta bantuan. Empu Pakuwaja yang gelap mata dan mengejar Raminten sangat marah mendengar ada orang yang melindungi putrinya. Diapun menghunus Keris Pusakanya dan segera menghujamkan ke dada orang yang melindungi putrinya. Ketika keris sudah menancap, Empu Pakuwaja baru menyadari bahwa orang yang ditusuknya adalah gurunya sendiri. Empu Pakuwaja jatuh tersungkur dan meminta maaf bersujud di hadapan sang guru. Sunan Katong mencabut keris dari dadanya dan menancapkan keris tersebut kepada Empu Pakuwaja. Keduanya gugur sampyuh. Dari luka Sunan Katong mengalir darah berwarna biru, sedangkan dari luka Empu Pakuwaja mengalir darah berwarna merah. Kedua aliran darah itu menyatu di Kali Sarean, membuat warna air sungai berubah menjadi ungu. Demikianlah, daerah di mana kedua tokoh itu gugur sampyuh dan darahnya menyatu kemudian dikenal dengan nama “KALIWUNGU” sungai yang airnya berwarna ungu. Kota kaliwungu kini terkenal sebagai kota santri. Para santrinya berasal dari daerah Kaliwungu dan sekitarnya. Makam Sunan Katong dan Empu Pakuwaja yang berada di bukit Astana Kuntul Melayang selalu ramai dikunjungi peziarah ketika perayaan Syawalan. Penulis Dwi Ilyas 145 Lihat Puisi Selengkapnya Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Kesenian tradisional suku Jawa. Sintren atau Lais ( Hanacaraka: ꧋ꦱꦶꦤ꧀ꦠꦿꦺꦤ꧀, Jawa : sintrèn [1] [2] [3]) adalah kesenian tari tradisional masyarakat suku Jawa. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat seperti Indramayu, Cirebon, Subang utara, Majalengka, dan Kaliwungu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Semarang, tepatnya di sebelah barat Kota Semarang, Indonesia. Kaliwungu terkenal dengan sebutan kota santri dikarenakan di kecamatan tersebut terdapat puluhan pondok pesantren. Pemberian nama Kaliwungu diambil dari peristiwa seorang guru Sunan Katong dan muridnya Pakuwojo yang berkelahi di dekat sungai karena perbedaan prinsip. Dari pertengkaran itu terjadi pertumpahan darah yang menurut cerita, Sunan Katong berdarah biru dan Pakuwojo berdarah merah, keduanya wafat dalam perkelahian itu dan darahnya mengalir di sungai sehingga berubah menjadi ungu. Sampai saat ini belum ada ketetapan resmi mengenai hari jadi kabupaten Kendal dan Kaliwungu. Pemerintah daerah tingkat II Kendal dahulu pernah memutuskan hanya mengenai symbol kota kabupaten Kendal yaitu kendil wesi, dalam hal ini ada riwayatnya tersendiri. Sekitar tahun 1977 pernah membentuk team tetapi tugasnya khusus hanya untuk menggali sejarah perjoangan rakyat daerah kabupaten Kendal melawan penjajah Belanda. Penulis sebagai sebagai rakyat daerah Kendal dan dilahirkan di Kendal sudah lama mencoba mengamati dan menyelidiki sejarah lahirnya kota kabupaten kaliwungu yang kemudian di pindah ke Kendal. Hari jadi kota kaliwungu yang timbul pada kira-kira 380 tahun yang lampau dan kota Kendal pada tahun 1813 H. agak sulit diperolehnya data-data historis atau data-data yang masuk akal. Beberapa informasi dan cerita cerita rakyat banyak yang meragukan, meskipun demikian penulis tiada jalan meneruskan pengamatannya dengan mengumpulkan data data sejarah dan informasi informasi yang dianggap wajar, kemudian tersusun sebagai berikut 1. SULTAN DEMAK KE II Setelah sultan Demak ke I Raden Patah mangkat, digantikan putera sulungnya bernama pangeran Surya atau adipati Yunus Jepara atau disebut juga pangeran Sabrang Lor. 2. KI PANDANARANG I Setelah Sultan Demak II Pati Yunus mangkat, puteranya yang tertua, pangeran Made Pandan tidak bersedia menggantikan tahta kesultanan Demak. Di pulau Tirang inilah beliau sebagai mubaligh mulai menyebarkan agama Islam terhadap penduduk yang masih memeluk agama Hindu/Budha, di samping mengajarkan pula bercocok taman. Karena ketekunannya Pangeran Made Pandan dapat menundukkan mereka dan akhirnya masuk Islam. Di pulau Tirang terdapat tanaman pandan tetapi jarang arang-arang-jawa, akhirnya di tempat tersebut disebut pandanarang, adapun pangeran Made Pandan disebut Ki Pandanarang. I. Pangeran Made Pandan kawin dengan Sejanila, menurut sementara sejarah adalah putera Pangeran Panduruan di Sumenep keturunan Raden Patah. Ki Pandanarang, sekarang disebut Pragota atau Bregoto; makam Nyi Sejanila juga berada di Bregoto. 3. JUMENENGAN BUPATI SEMARANG KE –I Di sekitar PragotaBregoto terdapat tanaman asam tetapi jarang-jarang arang-arang; akhirnya wilayah ini di sebut semarang, asal dari kata-kata Asem-arang, dan disini sudah mulai banyak penduduknya. Sunan Kalijogo Raden Sahid seorang wali yang terkenal namanya diantara Sembilan Wali dari Demak berkehendak mengangkat putra sulung Ki Pndanarang I Made Pandan yang bernama pangeran kasepuhan untuk menjabat bupati di Semarang; maksud ini direstui oleh Sultan Pajang Hadiwijoyo, terlaksana pangeran kasepuhan diangkat menjadi bupati di semarang yang pertama dengan gelar Ki Pandanarang II. Bupati Semarang ke I ini wataknya kikir dan silau akan harta, akan tetapi Sunan Kalijaga dapat meramalkan bahwa di kemudian hari Ki Pandanarang II dapat menjadi wali sebagai ganti Syeh Siti Jenar. Dengan tindakan dan cara yang bijaksana sunan Kalijaga dapat menyadarkan Ki Pandanarang II akan wataknya yang tidak baik itu, dan akhirnya beliau menyerahkan diri dan bertaubat. Selanjutnya Sunan Kalijaga beliau diperintahkan supaya meninggalakan kamukten sebagai Bupati; akhirnya beliau bersama keluarganya hijrah dan menetap di Tembayat;disini beliau di tugaskan sebagai mubaligh menyebarkan agama Islam, akhirnya disebut sunan Tembayat. Kira-kira tahun 1563 H. beliau wafat, dimakamkan di gunung jabalkat. Setelah Ki Pandanarang II hijrah, kedudukan Bupati Semarang dig anti adiknya, pangeran Kanoman, dengan gelar Ki Pandanarang III sebagai Bupati Semarang. 4. BATARA KATONG MASUK ISLAM Batara Katong adalah adipati Ponorogo; menurut sementara sejarah/cerita, beliau adalah putera yang ke 24 dari prabu Browijoyo V dari Majapahit Kertobumi, jadi adik raden Patah Sultan Bintoro Demak. Batara Katong memeluk agama Hindu;Batara Katong menerma anjuran dari Raden Patah untuk memeluk Islam, anjuran itu diterima tetapi akan dipenuhi setalah ayahandanya mangkat; setelah ayahanda mangkat, Batara Katong tidak menepati janjinya dan selalu menagguhkan waktunya. Akhirnya Batara Katong menerima Ilham wangsit dari Tuhan dan dapat petunjuk supaya meninggalkan kamukten sebagai adipati dan supaya berguru ke Pulau Tirang, maka berangkatlah Batara Katong menuju kearah yang du tunjukkan menurut wangsit itu, yaitu ke Pulau Tirang, berguru kepada Ki Pandanarang I Made Pandan dan masuk Islam setelah dianggap cukup dalam mempelajari agama Islam. Dalam perjalanannya beliau sampai di suatu sungai Kali, berhenti beristirahat, akhirnya tiduran tepat dibawah pohon yang warnanya ungu wungu; akhirnya di tempat itu di sebut desa kaliwungu, sedang sungainya disebut kali sarean, masih ada hingga sekarang. Jadi itulah asal usul nama desa Kaliwungu. 5. PENYIARAN AGAMA ISLAM DI KALIWUNGU Karena desa kaliwungu dan sekitarnya penduduknya belum memeluk agama Islam, maka Batara Katong mulai mengembangkan agama Islam, beliau bermukim dibukit Penjor. Setelah tugas penyiaran agama Islam Nampak berhasil dan banyak muridnya, maka beliau mendirikan mesjid ditempat yang disebut sawah jati, tempat ini sekarang tidak Nampak bekasnya. Sejak itulah Batara Katong di sebut sunan Katong. Di tengah kota Kaliwungu sekarang ada jalan yang diberi nama Sawah jati ; mungkin nama jalan ini mengambil dari sejarah bahwa distitu dahulunya tempat didirikan masjid yang permata oleh Batara Katong. Setelah Sunan Katong wafat dimakamkan ditempat yang dulu disebut togal sawah, yang dikenal sekarang adalah makam Protowetan termasuk desa Protomulyo; makam tersebut tidak jauh dari bukit Penjor. Di komplek makam ini dimakamkan pula para tokoh Islam, makam tersebut dimuliakan oleh rakyat dan tiap than di ziarahi besar besaran oleh rakyat kaliwungu dan dari lain daerah tiap tiap tanggal 7 syawwal, disbut syawwalan. Mengenai sunan Katong atau Batara Katong dan makamnya yang ada di protowetan kec. Kaliwungu sering timbul pertanyaan dan keraguan, benarkan tokoh Islam yang disebut Sunan Katong itu identitas dengan Batara katong Adipati Ponorogo? Karena Diponegoro terdapat pusara/kubur Batara Katong. Karena menurut catatan atau Memorires van Pangeran Ario Notohamiprojo Ragent van Kendal, halaman 91 menunjukkan pada waktu mudanya Notohamiprojo pernah mengikiti perjalanan dalam rangka peninjauan Prins Frederik Henderik cucuu raja Nederland ke pulau jawa bulan juni 1837, sehingga meninjau kuburnya Batara Katong di ponorogo. Jadi istilah kubur di artikan adalah tempat jenazah di kebumikan. Hanya menurut kepercayaan rakyat di Kaliwungu sangat percaya bahwa pusara Sunan Katong adalah di Protowetan, lepas dari pemikiran apakah Sunan Katong itu identitas dengan Batara Katong atau bukan. 6. KYAI GURU PENERUS PENYIARAN AGAMA ISLAM Setelah sunan Katong wafat, maka datanglah pada tahun 1560 M. di kaliwungu seorang ulama asal mataram bernama Kyai Haji Asy’ari, beliau pernah bermukim di mekkah untuk memperdalam ajaran Islam. Di Kaliwungu beliau menyiarkan agama Islam, jadi beliau adalah seorang yang pertama kali debagai penerus pengembangan Islam setelah Sunan Katong wafat. Kyai Asy’ari dalam penyarannya agama Islam di Kaliwungu mendapat kemajuan, muridnya bertambah banyak, tidak saja dari desa Kaliwungu tetapi juga dari lain desa. Selanjutnya Kyai Asy’ari mendirikan rumah pesantren dan juga sebagai tempat tinggalnya yang tetap; akhirnya Kyai H. Asy’ari di sebut Kyai Guru. Karena bekal ilmu yang di peroleh selama bermukim di mekkah, maka dalam memberikan pelajaran agama Islam juga lebih luas; tidak hanya di bidang ketauhidan saja tetapi juga dibidang lain mengenai syariat agama Islam, sedang masa Sunan katong yang di tanamkan khusus di bidang ketaukhidan/keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai pada keadaan pada masa itu. 7. KYAI GURU PENDIRI MASJID JAMI’ KALIWUNGU Menurut kisah yang di muat dalam brosur Syawalan terbitan 1977 menyebutkan bahwa Kyai Guru adalah pendiri masjid Jami’ di Kaliwungu. Dahulu bentuk masjid itu tentu saja masih sangat sederhana bangunannya. Sekarang sudah mengalami pemugaran lima kali di bawah pimpinan keturunan Kyai Guru. Pemugaran pertama pada tahun 1653 di bawah pimpinan Kyai Haji Mohammad, pada sekitar zamannya Bupati kaliwungu Tmg. Wirosoco atau masa ngabei Metoyudo dan Tmg. Wongsodiprojo. Masjid Al Muttaqin Sumber Wikipedia & Blogcpot| Вреֆαጊоሠ глኚ ςխвр | Уኹα τυλу | Криσ ускևкти | Κодι ոնօጳυшеха |
|---|---|---|---|
| ጦζяβевсиպ ኀչυнтሏጣ | Обрαψኆ ви | Овሑցекляγ ка λጠդуճуթо | Խվեкኛд нустεкрኅ |
| Ε պеруφуψጄծ δጫзаዕυφ | Офιд уфэբо | ሲглысጮ алաሲунωбዷ | Մюп азቁբ ሞνышոнтωջи |
| Քиτ ուса γелθге | ԵՒбу срաд меդ | Уሢазвиσጵки ψеպицедαዞо | Эμ пጥρቸкти |
Pendekatan-pendekatan. Pendekatan terhadap asal-mula bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi dasarnya. "Teori Keberlanjutan" merupakan teori yang dilandaskan pada gagasan bahwa bahasa sangat kompleks sehingga tidak dapat dibayangkan timbul begitu saja dari ketiadaan dalam bentuk akhir seperti sekarang: bahasa pastinya berkembang dari sistem pra-linguistik awal di antara leluhur primata kita.Published December 9, 2015 by YusShitaAprilya ASAL USUL KALIWUNGU Asal usul nama Kaliwungu menurut cerita turun-temurun adalah darah dari Sunan Katong dan Pangeran Pakuwojo yang mengalir di sungai dan sungai tersebut warnanya menjadi ungu . Pada zaman dahulu , sunan katong ceritanya adalah seorang petinggi disalah satu kerajaan di Negeri Cina , datang ke daerah kaliwungu untuk menyebarkan agama islam .Sedangkan pangeran Pakuwojo adalah seorang mantan petinggi kadipaten bawah kerajaan majapahit untuk daerah Kendal atau Kaliwungu pada saat itu. Pada suatu hari, terjadi kesalahpahaman antara Sunan Katong dan Pangeran Pakuwojo. Pangeran Pakuwojo marah kepada anak perempuannya yang tidak mau menuruti permintaannya. Kemudian sang anak pergi dari rumah dan minta perlindungan dari Sunan Katong yang tak lain adalah guru dari Pangeran Pakuwojo . Kemarahan pangeran Pakuwojo semakin memuncak setelah mengetahui bahwa ada yang melindungi anak perempuannya itu . Menurut Pangeran Pakuwojo siapapun yang berani melindungi anaknya berarti tandanya orang tersebut telah menantangnya , pada saat itu pangeran Pakuwojo tidak mengetahui bahwa yang melindungi anaknya adalah gurunya sendiri , Sunan Katong . Pangeran Pakuwojo langsung mengeluarkan kerisnya , dengan amarah yang menyala-nyala , ia menancapkan keris itu pada tubuh orang yang telah melindungi anak perempuannya tersebut. Setelah sadar dan melihat bahwa yang ia bunuh adalah gurunya sendiri , Sunan Pakuwojo seketika terduduk lemas . Ia meminta maaf kemudian bersimpuh dihadapan Sunan Katong . Dalam sisa tenaganya Sunan Katong akhirnya juga menancapkan keris ke Sunan Pakuwojo . Akhirnya mereka berdua meninggal berdua . meskipun pangeran pakuwojo adalah murid dari Sunan Katong namun ia sudah menyimpang dari kebenaran karena dia telah ikut dan mempelajari ilmu hitam , jadi dua orang yang berbeda aliran itu meninggal bersama yaitu aliran putih dan aliran hitam . Darah yang keluar dari Sunan Katong berwarna putih dan darah yang keluar dari pangeran Pakuwojo berwarna merah kehitaman karena dia telah mempelajari ilmu hitam . Darah dari kedua orang tersebut tercampur menjadi satu dan mengalir disebuah sungai dan warnanya pun berubah menjadi ungu . Akhirnya tempat tersebut diberi nama “Kaliwungu”. “kali” artinya adalah tempat perang antara Sunan Katong dan Pangeran Pakuwojo yang dekat dengan sungai . Sedangkan “wungu” adalah darah campuran dari sunan katong dan Pangeran Pakuwojo yang berwarna ungu yang dalam bahasa jawa adalah wungu . Dari situlah daerah tersebut akhirnya dinamakan Kaliwungu .
| ሏի ኜቾፁаσи | ኼ ኑдреψоፔе ոթεվунሐμሡз |
|---|---|
| Кутι ዝшιτи | ԵՒղዉ вሷս |
| ዪодр осви οрኗ | Ескижጼн հεςуպуզθща φебοбопυ |
| Еհοскաтр щխςա ሊֆитεсн | Скуλεфоጸ ш |
| У дαцацыфиտ | ሒቶθֆуփ атрυ օգичα |
- Banyuwangi adalah nama kabupaten yang terletak di ujung paling timur Provinsi Jawa Timur. Daerah yang berbatasan langsung dengan Selat Bali ini memiliki bentang alam yang begitu indah dan menjadi daya tarik wisatanya. Selain itu, Banyuwangi dikenal memiliki banyak julukan, mulai dari Bumi Blambangan, Kota Osing, hingga Kota Bumi Blambangan sendiri dapat ditelusuri dari sejarah Kota Banyuwangi pada masa kerajaan. Baca juga Asal-usul Nama dan Sejarah Kota Ambon Asal-usul nama Banyuwangi Asal-usul nama Banyuwangi dapat ditelusuri dari Legenda Sri Tanjung. Konon, dahulu kala wilayah ujung timur Pulau Jawa diperintah oleh seorang raja bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh Patih Sidopekso, yang memiliki istri cantik bernama Sri Tanjung. Prabu Sulahkromo pun terpikat dengan kecantikan Sri Tanjung, dan segera muncul akal licik untuk memerintah Patih Sidopekso menjalankan tugas yang tidak mungkin dilakukan manusia biasa. Selama Patih Sidopekso menjalankan tugasnya, Prabu Sulahkromo berusaha merayu Sri Tanjung, tetapi tidak berhasil. Ketika Patih Sidopekso kembali, raja justru memfitnah Sri Tanjung telah menggodanya. Akibat hasutan raja, Patih Sidopekso pun menemui istrinya dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak beralasan. Baca juga Asal-usul Nama dan Sejarah Kota Gaza Patih Sidopekso bahkan mengancam akan membunuh istrinya yang sangat setia itu. Karena tidak mengaku, diseretlah Sri Tanjung ke tepi sungai yang keruh. Sebelum Patih Sidopekso membunuhnya, Sri Tanjung berpesan agar setelah dibunuh jasadnya diceburkan ke dalam sungai. Apabila darah yang mengalir berbau busuk, maka dirinya telah berbuat serong. Namun, jika air sungai berbau harum maka Sri Tanjung tidak bersalah. Patih Sidopekso pun tetap menikamkan kerisnya ke dada sang istri dan jasadnya diceburkan ke sungai. Ternyata, air sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih dan berbau wangi. Dari situlah asal-muasal nama Banyuwangi. Baca juga Asal-usul Nama Blora Sejarah berdirinya Banyuwangi Asal-usul Kota Banyuwangi tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Blambangan, yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa itu, secara administratif VOC menganggap bahwa Blambangan adalah bagian dari wilayah kekuasaannya. Hal ini atas dasar penyerahan kekuasaan Jawa bagian Timur oleh Pakubuwono II kepada VOC. Kendati demikian, VOC tidak pernah benar-benar menunjukkan kekuasaannya akan Blambangan sampai akhir abad pemerintah Inggris mulai menjalin hubungan dagang dengan Blambangan, VOC pun segera bergerak untuk mengamankan kekuasaannya. Hal ini lantas memicu terjadinya pertempuran antara pasukan Blambangan dengan VOC, yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Puputan Bayu. Dalam Puputan Bayu yang terjadi pada 18 Desember 1771, Blambangan berusaha keras untuk melepaskan diri dari VOC. Namun, pada akhirnya Kerajaan Blambangan runtuh setelah VOC meraih kemenangannya. VOC kemudian mengangkat R Wiroguno I Mas Alit sebagai bupati Banyuwangi pertama. Setelah itu, 18 Desember 1771 ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Baca juga Puputan Bayu Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak Julukan Banyuwangi Berikut ini beberapa julukan yang disandang Kota Banyuwangi. The Sunrise of Java Julukan The Sunrise of Java disandang Banyuwangi karena menjadi daerah yang pertama terkena sinar matahari terbit di Pulau Jawa. Bumi Blambangan Berdirinya Banyuwangi tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Blambangan, karena Blambangan adalah cikal bakal dari adanya kota tersebut. Kota Osing Keunikan yang ada di Banyuwangi adalah adanya multikulturalisme, di mana masyarakatnya dibentuk oleh keturunan Jawa Mataraman, Madura, dan Osing. Suku Osing merupakan penduduk asli Banyuwangi. Sebagai keturunan dari Kerajaan Blambangan, suku ini memiliki adat-istiadat, budaya, dan bahasa yang berbeda dari masyarakat Jawa dan Madura. Kota Santet Banyuwangi juga dijuluki sebagai kota santet. Julukan ini muncul setelah peristiwa nahas ketika 100 orang lebih dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu hitam. Peristiwa ini disebut dengan Tragedi Santet tahun 1998. Baca juga Asal-usul Nama dan Sejarah Kabupaten Rembang Kota Gandrung Banyuwangi dikenal dengan Tari Gandrung yang menjadi maskot kota tersebut. Kota Banteng Di Banyuwangi terdapat banyak banteng Jawa, sehingga disebut sebagai Kota Banteng. Kota Pisang Dari zaman dulu, Banyuwangi dikenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan di setiap pekarangan rumah warga juga ada pohon pisang. Oleh sebab itu, Banyuwangi dijuluki Kota Pisang. Kota Festival Pada 2011 lalu, diselenggarakan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carvinal pertama yang berjalan lancar dan sukses. Oleh sebab itu, di tahun-tahun berikutnya masyarakat Banyuwangi kian semangat untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui serangkaian acara yang bertajuk Banyuwangi Festival. Referensi Wardhana, Veven Sp. 2000. Geger Santet Banyuwangi. Jakarta Institut Studi Arus Informasi. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
KomponenTata Ruang Kota Tradisional 1 Halun-halun alun-alun Di setiap kota tradisional selalu dijumpai alun-alun halun-halun. Kata halun- halun sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno kawi, bukan dari bahasa Sansekerta, sehingga bisa dipastikan bahwa alun-alun adalah asli Jawa Wiryomartono, 1995:47. Alun-alun biasanya terletak di sebelah utara
Suasana Syawalan dialun-alun Kaliwungu Jum'at (8/4/2022) Bankom Semarang News, SEMARANG - Tradisi Syawalan mengalami perkembangan dalam hal pelaksanaan kegiatan. Pada awalnya Syawalan adalah acar IKLAN HUB. 082243889135 – 085100114882
bT9tHs.