assalamualaikummarikita berteman dengan klik tombol subscribe dan like yaapabila vidio ini bermanfaat mohon share kepada teman yang lainterima kasihwassalam
. Perbedaan kebiasaan antara lain menjadi faktor perubahan hukum dari satu zaman ke zaman yang lain. Termasuk dengan urusan mengucapkan selamat natal. Bila zaman dahulu para ulama tidak membolehkan, apakah dasar yang mereka gunakan?Begitu juga dengan keberadaan para ulama dan lembaga Islam semisal Al-Azhar Mesir yang pada zaman sekarang memperbolehkan mengucapkan selamat natal. Apakah dasar yang mereka gunakan juga?Ucapan selamat natal yang disampaikan kepada orang-orang Kristen, apakah akan berdampak pada hilangnya akidah keimanan dan keislaman seorang muslim?Betulkah jika ada yang menolak mengucapkan selamat natal lantas dikatakan sebagai orang radikal atau berpaham ekstrem?Supaya bisa memahami tentang proporsi mengucapkan selamat natal, temukan jawabannya dengan tuntas menyimak pemaparan dari Habib Ali Al-Jufri dalam video yang sudah diterjemahkan oleh Tim Youtube Sanad Media. Profil Singkat Habib Ali Al-JufriHabib Ali al-Jufri adalah seorang habib yang berasal dari Uni Emirat Arab, beliau berdakwah keliling dunia untuk menyebarkan risalah-risalah Islam yang ramah dan Ali lahir di kota Jeddah di Kerajaan Arab Saudi sebelum fajar pada hari Jumat 20 Safar 1391 H 16 April 1971, dari orangtua yang sama-sama keturunan dari putra Imam Hussein masa kecilnya, Habib Ali mulai menimba ilmu kepada bibi dari sang ibu, seseorang yang alimah dan arifah billah, Hababah Shafiyyah binti Alwi bin Hasan yang shalihah ini sangat berpengaruh besar dalam mengarahkannya ke jalan ilmu dan perjalanan menuju Allah beliau menimba ilmu kepada para tokoh-tokoh yang besar. Seperti Habib Abdul Qadir bin Ahmad As Segaf adalah salah satu guru utama ia membaca dan mendengarkan suatu pembacaan kitab Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim, Tajrid Al Bukhari, Ihya Ulumuddin, dan kitab-kitab lainnya yang sangat Ali Al-Jufri mempelopori berdirinya sebuah organisasi Islam yaitu dai sedunia yang fungsinya untuk meluruskan shaf seluruh ulama dalam satu pemikiran yang bulat dan tidak terpecah belah.
HabibAli merupakan seorang sufi yang lahir di Qasam, Hadramaut, pada 24 Syawal 1259 Hijriyah atau 1839 Masehi. Ia merupakan putra dari Habib Muhammad bin Husain Al Habsyi dan Habibah Allawiyyah binti Husein bin Ahmad Al Hadi Al Jufri. Sejak kecil, Habib Ali dikenal sebagai anak yang cerdas dam kuat dalam menghafal Alquran dan hadis. Ia pun
Jakarta, NU Online Saban Desember, perdebatan mengenai ucapan selamat natal selalu mengemuka. Satu pihak melarang, kelompok lain membolehkan. Keduanya saling bersikukuh mempertahankan pendapatnya masing-masing. Bahkan tak jarang menyangsikan pendapat lawannya dan berujung pada saling lempar makian. Melihat perkara demikian, Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri meminta agar tidak berbuat saling menghujat satu sama lain yang berbeda pandangan dalam hal ucapan selamat natal. "Jangan kita saling menyalahkan menghujat satu sama lain," katanya dalam suatu majelis. Pasalnya, ucapan tahniah Natal merupakan persoalan khilafiyah, bukan hal yang menjadi suatu kesepakatan atas keharaman atau kebolehannya. Masing-masing memiliki dasar argumentasinya. Memang, jelasnya, sebagian besar ulama Ahlussunnah wal Jamaah menyebut haram hukum mengucapkan selamat natal kepada Nasrani. Namun, Habib Ali sendiri berpegang teguh pada pandangan yang membolehkan pengucapan tahniah kepada mereka. Bahkan, ia akan mengucapkan hal tersebut pada tanggal 25 Desember nanti. "Dan saya akan mengucapkan kepada mereka pada tgl 25 nanti," katanya. Bagi yang menganggap hal tersebut merupakan sesuatu yang diharamkan, Habib Ali meminta tinggal tidak melakukannya saja atau meninggalkan hal tersebut saja tanpa harus memperdebatkan mereka yang melakukannya. Habib Ali membantah pernyataan Ibnul Qayyim yang mengklaim bahwa haram mengucapkan selamat natal itu ijmak para ulama. Pasalnya, dalam mazhab Hambali sendiri yang diikuti oleh Imam Ibnul Qayyim, terdapat tiga pandangan, yakni boleh, makruh, dan haram sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Mardawi dalam kitabnya Al-Inshaf. Artinya, perbedaan pandangan terhadap hal tersebut merupakan sesuatu yang kuat, muktabar. "Tidak boleh kita mengingkari suatu perkara dimana disitu khilafnya muktabar," tegasnya. Habib Ali menjelaskan bahwa larangan ucapan selamat natal karena ada unsur mengandung persetujuan terhadap kekafiran atau keyakinan mereka umat Nasrani. Ia menegaskan bahwa pandangan demikian adalah pemahaman orang dahulu. "Di masa itu orang yang menyatakan selamat mengakui merestui akidah keyakinan itu," katanya. Tentu saja, katanya kalau kita menyatakan selamat kepada mereka dengan hati kita merestui kekafiran maka itu kufur. Namun pengucapan selamat di masa kini tidak demikian. Seorang Muslim, misalnya, menyatakan ke Kristiani setiap tahun bertambah baik. Hal demikian tentuk bukanlah suatu bentuk pengakuan terhadap akidah yang berlainan. Hal demikian tidak saja berlaku di Eropa, tapi juga di negeri lainnya. Mesir, misalnya. Uskup di sana mengucapkan selamat Maulid Nabi kepada Syekh Al-Azhar. Hal ini, menurutnya, bukan berarti Uskup tersebut mengakui kenabian Muhammad SAW. "Ucapan selamat di masa kita bukan mengakui akidah mereka. Ucapan selamat di masa kita sebagai bentuk kebajikan," katanya. Sebab, Allah SWT sudah berfirman bahwa Ia tidak melarang kepada kita berbuat baik terhadap orang kafir. Lebih dari sekadar mengucapkan selamat natal, Mazhab Syafi’i membolehkan seorang Muslim laki-laki menikahi perempuan Kitabiyah. Di antara hak istri adalah mendapatkan pengantaran suami untuk beribadah di gereja. Habib Ali menegaskan bahwa mengucapkan selamat natal itu boleh dilakukan. Hal ini juga disampaikan oleh Syekh Al-Azhar dan Darul Ifta Mesir, juga Syekh Abdullah bin Bayah, serta banyak ulama lainnya. Editor Fathoni Ahmad
KHAZANAH Ucapan selamat natal untuk umat Kristiani selalu menjadi perbincangan setiap akhir Desember. Beberapa kalangan memperbolehkan dan beberapa kalangan juga melarang, bahkan ada yang mengkafirkan, Naudzubillah min dzalik. Daripada larut dalam perdebatan yang tanpa berujung. Kita rujuk saja para ulama' yang teduh dan damai dalam menyampaikan dakwah-dakwahnya. Salah
– Sungguh saya sangat tak berani untuk meragukan kealiman dan ketawadhu’an seorang Ulama besar sekelas Al Habib Ali Al-Jufri. Pesan-pesannya sejuk dan damai, dakwah-dakwahnya selalu bisa diterima oleh hampir semua golongan bahkan oleh non muslim sekalipun. Tokoh yang masih keturunan Imam Husein bin Ali ra ini begitu dikagumi oleh tokoh-tokoh dan masyarakat dunia sebagai tokoh muslim sufi dunia yang moderat, toleran dan disegani. Sikap-sikapnya yang teduh dan petuah-petuahnya yang damai dan menyejukkan menjadi pegangan umat Islam di dunia dalam menebar Islam yang rahmah lil alamin. Salah satunya adalah artikel yang ditulisnya dalam bahasa Arab lalu diterjamahkan oleh tentang bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi hari Natal termasuk mengucapkan selamat atasnya Natal dan Hari Kelahiran yang Mulia “Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan” “Kami lebih layak atas Musa daripada mereka” Kalimat ini merupakan ucapan Nabi Muhammad SAW. ketika beliau diberitahu bahwa orang-orang Yahudi di Madinah bersuka cita melakukan puasa pada hari Asyura’ dalam rangka merayakan selamatnya Nabi Musa AS. dari Fira’un dan tentaranya, yang di sisi lain, saat berada di Mekah sebelum hijrah, Nabi pun berpuasa pada hari tersebut. Saat itu Nabi sama sekali tidak menanyakan tentang keselarasan antara kegiatan Yahudi tersebut dengan penanggalan Arabnya Hijriyah, sebab penanggalan Ibrani kalender Yahudi berbeda dengan penanggalan Arab. Juga Nabi tidak lantas berkata, “Bagaimana kita bisa memastikan akan keaslian tanggal kapan selamatnya Nabi Musa AS.? Orang-orang Yahudi jelas telah merubah kitab-kitab mereka sehingga kita tidak bisa mempercayai mereka begitu saja untuk memastikan kebenaran tanggal selamatnya Nabi Musa AS.” Kenapa tidak demikian? Sebab tidak penting untuk menyoalkan masalah tersebut dengan kapan secara tepatnya kejadian selamatnya Nabi Musa AS., namun yang lebih penting ialah esensinya; sebuah momen untuk mensyukuri anugerah dari Allah dan mencintai orang-orang Shalih. Dan bahwa sebuah acara keagamaan yang hanya bertujuan dalam rangka mensyukuri nikmat Tuhan atas hamba-hambanya yang Shalih seperti ini telah mendapat legalitas di mata Islam. Haji misalkan, yang merupakan rukun Islam kelima, sangat penuh dengan makna seperti di atas. Di mulai dengan mengelilinginya Ka’bah yang dibangun oleh Ibrahim dan putranya Ismail. Kemudian berjalan diantara Safa dan Marwa yang mana Ibunda Hajar dulu mencari air di sana untuk buah hatinya. Dan lalu melakukan lemparan Jumrah di Mina yang mana dulu Nabi Ibrahim melempari Iblis manakala mencoba memalingkannya dari mematuhi perintah Allah dalam pengujiannya untuk menyembelih Ismail. Inilah kebesaran ritual keagamaan kita yang begitu sarat dengan penuh makna mendalam dan bukan hanya sekedar tentang sebuah pelaksanaan semata. Allah berfirman di dalam Al-Quran وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ… “Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” QS. Ibrahim 5 Pada saat tiba waktu kelahiran Isa AS., kita tentu merasa bahwa kita sedang mengingat sebuah hari di antara hari-hari agung Allah. Hari ini Natal menjadi beda dari hari-hari lainnya, sebab sebuah mukjizat besar, kelahiran Isa AS. terjadi di dalamnya. Kelahiran Isa AS. mengandung makna as-Salaam; kedamaian, yang mana hal itu sangat kita butuhkan di dewasa ini. Dan Allah telah menjadikan Isa AS. sebagai simbol kedamaian bagi dunia. Firman Allah SAW. وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” QS. maryam 33 ? Sebenarnya ini saja sudah cukup sebagai alasan untuk kegembiraan kita Muslim pada kesempatan mulia ini, terlepas dari permasalahan tanggal tepat di lahirkannya beliau, Isa AS. dan permasalahan perbedaan pendapat yang ada di antara orang-orang Ortodoks, Katolik, Protestan, dan denominasi lainnya. Masalahnya bukan tentang tanggal tepatnya tapi makna yang tersirat dalam kesempatan ini sesuai pemaparan sebelumnya. Hari ini kita di herankan, bahwa bagaimana bisa memberikan selamat kepada umat lain pada acara keagamaan mereka itu berarti sama halnya mengakui teologi kepercayaan mereka. Padahal Islam itu mapan dan pengetahuan tentang aspek inti dari sebuah kepercayaan serta titik-titik perbedaan dengan agama lain telah ada sejak dulu. Manusia pada umumnya juga sudah cukup dewasa untuk mengakomodasi koeksistensi yang menghormati batas-batas dari masing-masing agama lain. Seorang Muslim yang memberi selamat kepada orang Kristen pada hari Natal, saya rasa tidak akan sampai mempunyai pemikiran bahwa ia meyakini atas ke-ilahian Yesus atau bahwa Yesus adalah anak Allah. Demikian juga, seorang Kristiani yang menerima ucapan dari seorang Muslim tidak akan berpikir bahwa Muslim tersebut telah mengakui teologi Kristen. Begitupun sebaliknya, seorang Kristiani yang memberi selamat kepada seorang Muslim dalam hari raya Idul Fitri, Ramadhan, atau pada hari Maulid Nabi Muhammad SAW. itu tentu mengerti betul bahwa hal demikian tidak berarti Kristiani tersebut meyakini teologi Islam, juga tidak akan seorang Muslim berpikir bahwa seorang Kristiani yang memberi selamat kepadanya meyakini teologi Islam. Dewasa ini, Natal bukan hanya tentang ucapan selamat seseorang dengan mengatakan selamat natal misalnya dengan disertai keyakinan bahwa Yesus adalah anak Allah. Bahkan sebaliknya, ini dianggap sebagai kebiasaan umum yang menunjukkan hubungan baik antar umat manusia. Prinsip hukum kaidah fiqhiyyah menyatakan الحكم يدور مع علته وجودا وعدما “Hukum berputar dengan ada atau tidaknya sebuah illat alasan” Alasan yang menyebabkan beberapa Ulama dalam berpendapat tentang ketidak bolehannya seorang Muslim mengucapkan selamat Natal mengakui teologi agama orang lain saya rasa sudah tidak lagi ada, dan oleh karena itu hukum ketidak bolehannya pun gugur. Penting juga dicatat di sini, bahwa pendapat Ibn al-Qayyim yang mengatakan para Ulama bersepakat atas ketidak bolehannya mengucapkan selamat hari raya kepada umat lain adalah kurang tepat. Syaikh Abdullah bin Bayyah mengatakan bahwa Imam Ahmad memiliki tiga pendapat mengenai masalah ini; haram tidak disukai, dan diperbolehkan. Di sisi lain, Ibnu Taimiyah mengutip pendapat Ibn al-Mardawi dalam kitab Al-Insaf.’ “Merupakan hak seorang Muslim jika ia tidak ingin mengucapkan selamat kepada umat lain pada acara keagamaan mereka, namun sebuah kesalahan bagi Muslim yang memaksakan pandangan mereka terhadap orang lain yang seolah-olah itu adalah kewajiban haram jika mengucapkan. Terlebih jika mereka mencaci orang-orang yang mengucapkan atau bahkan meragukan iman seorang Muslim lainnya yang mengucapkan natal. Ini adalah tindakan sembrono.” Dan saya mendesak Anda untuk segera hentikan sikap seperti itu !. Sebagai penutup, saya persembahkan salam kepada Nabi Muhammad SAW. dengan atas kelahiran Isa AS., dan memang bukankah beliau Nabi Muhammad SAW. sendiri yang mengatakan, أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي اْلأُوْلَى وَاْلآخِرَةِ “Aku lebih berhak atas diri Isa putra Maryam dari semua manusia di dunia dan di akhirat” Demikian juga, saya memberikan salam kepada umat Islam, Kristen dan umat manusia secara umum dengan atas kelahiran Isa AS. Sesungguhnya Allah telah memberikan sebuah manifestasi dari namanya, as-Salaam; damai, pada hari kelahirannya dan juga telah menjadikannya simbol untuk perdamaian. Terakhir aku ingin mengatakan kepada Sayyidku; Isa AS., “Wahai Ruhullah, Wahai Kalimatullah. Keselamatan semoga tercurahkan bagimu di hari engkau dilahirkan, di hari engkau mati, dan di hari dimana engkau akan dihidupkan kembali.” Rois HbAli al-Jufri memandang boleh mengucapkan selamat Natal, beliaupun akan mengucapkannya pada tanggal 25 desember mendatang, namun beliau menjelaskan bahwa mayoritas Ulama mengharamkan ucapan selamat (Tahni'ah) atas hari raya orang kafir, hanya saja menurut beliau dalam mazhab Hanbali ada 3 pendapat dalam hal ini, yaitu; Harom, Makruh, Mubah. Meninjau ulang "Selamat Natal" Habib Ali Al Jufri Oleh Al-Faqir Muhammad Hanif Alathas, Lc. ketua Umum Front Santri Indonesia Hari-hari ini beredar luas video Fadhilatul Habib Ali al-Jufri – hafidzhohullah- yang berisi fatwa beliau tentang hukum mengucapkan selamat Natal. Fatwa beliau menjadi polemik serta menuai pro kontra ditengah Umat Islam Indonesia, khususnya kalangan penuntut Ilmu Agama. Awalnya alfaqir sungkan untuk ikut berkomentar dalam hal ini, karena Hb Ali adalah sosok Da'i yang tidak asing lagi kiprahnya dalam dunia dakwah. Namun seiring derasnya pertanyaan yang masuk ke alfaqir terkait masalah tersebut, maka amanat ilmu mengharuskan alfaqir untuk menyampaikan apa yang harus disampaikan agar selamat dari ancaman Nabi saw bagi mereka yang menyembunyikan ilmu. Tentunya, tulisan ini hanyalah corat coret ilmiah, tanpa mengurangi rasa hormat, ta’dzhim dan mahabbah alfagir kepada beliau. Harap dibaca dengan seksama dan utuh, agar dapat difahami dengan baik. 1. Habib Ali al-Jufri memandang boleh mengucapkan selamat Natal, beliaupun akan mengucapkannya pada tanggal 25 desember mendatang, namun beliau menjelaskan bahwa mayoritas Ulama mengharamkan ucapan selamat Tahni’ah atas hari raya orang kafir, hanya saja menurut beliau dalam mazhab Hanbali ada 3 pendapat dalam hal ini, yaitu; Harom, Makruh, Mubah. Sehingga ini menjadi khilaf yang mu’tabar dan selama khilaf mu’tabar tidak boleh di Inkari. Sejauh mana kebenaran dari penjelasan Habib Ali tersebut ? Sudah Tepat apa yang disampaikan Hb Ali bahwa mayoritas Ulama mengharamkan ucapan selamat hari raya bagi non Muslim, bahkan dalam Mazhab Syafi’i muslim yang mengucapkan selamat hari raya kepada kafir dzimmi diberikan ta’ziir/sangsi [ lihat Mughni al-Muhtaj 4/162, an-Najmu al-Wahhaj 9/244]. Semua ibaroh ulama tentang keharaman ucapan selamat natal dari berbagai refrensi otoritatif 4 mazhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali dimuat secara akurat, gamblang dan sistematis oleh al-Allamah as-Syekh DR. Abdunnashiir Ahmad al-Malibari as-Syafi’I dalam kitabnya “Roddu al-Aughood an Muwalaati al-Kuffar wa at-Tasyabbuh bihim wa Tahni’atihim bil A’yad”, terlalu Panjang jika harus saya kutip disini satu persatu. Yang menjadi tanda tanya besar, apa benar yang Hb Ali jelaskan bahwa ada pendapat dalam mazhab hanbali yang bolehkan ucapan selamat natal ? Beliau mengatakan bahwa pendapat tersebut dikutip dari kitab al-Inshof karya al-Imam al-Mardaawi, berikut redaksi aslinya [قوله وفي تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم روايتان وأطلقهما في الهداية، والمذهب، ومسبوك الذهب، والمستوعب، والخلاصة، والكافي، والمغني، والشرح، والمحرر، والنظم، وشرح ابن منجا. إحداهما يحرم. وهو المذهب. صححه في التصحيح. وجزم به في الوجيز، وقدمه في الفروع والرواية الثانية لا يحرم. فيكره. وقدمه في الرعاية، والحاويين، في باب الجنائز. ولم يذكر رواية التحريم. وذكر في الرعايتين، والحاويين رواية بعدم الكراهة. فيباح وجزم به ابن عبدوس في تذكرته. وعنه يجوز لمصلحة راجحة، كرجاء إسلامه. اختاره الشيخ تقي الدين. الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف للمرداوي 4/ 234] Pada redaksi ini pengarang/muallif menjelaskan tentang hukum Tahni’ah beri ucapan selamat kepada orang kafir Dzimmi, begitu pula hukum bertakziah dan menjenguk mereka ketika mereka sakit, dalam hal ini ada tiga pendapat dalam mazhab Hanbali; Haram, Makruh dan Mubah. Pendapat ketiga mubah diunggulkan oleh Syekh Ibnu Taimiyyah jika ada motiv sebuah kemaslahatan dan diharapkan bisa masuk Islam. Namun timbul lagi pertanyaan, disitu hanya disebutkan “Tahni’ah” yang artinya ucapan selamat, tanpa embel-embel “ tahni’ah kuffar bil iid” Selamat atas hari raya kuffar / natal dll. Lantas apa yang dimaksud dengan “ucapan selamat” dalam masalah diatas ? Ternyata yang dimaksud “tahni’ah” dalam Ibaroh kitab “al-Inshof” diatas bukan Tahni’ah bi idil Kuffar/ ucapan selamat atas hari raya orang kafir atau natal sebagai mana yang dijelaskan Hb Ali al-Jufri, namun lebih tepatnya memberikan ucapan selamat dalam perkara-perkara duniawi, seperti selamat atas kelahiran anaknya, selamat atas rumah barunya, selamat atas kesuksesan bisnisnya, dll. Hal ini bisa difahami dari keterangan ulama Hanabilah dalam kitab-kitab lainnya, sebab karakter kitab-kitab fiqih itu saling melengkapi satu sama lain. Keterangan tersebut dapat ditemukan secara implisit dalam kitab “al-Muharror” karya Majduddin Ibnu Taimiyyah al-Jadd dan secara eksplisit dalam kitab “Ahkam ahli dzimmah” karya Ibnu al-Qoyyim, yang mana keduanya merupakan ulama yang banyak dijadikan rujukan dalam mazhab Hanbali. Berikut redaksinya [وفي جواز تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم روايتان ويدعى لهم إذا أجزناها بالبقاء وكثرة المال والولد ويقصد به كثرة الجزية - إلى قوله - ويمنعون من إظهار المنكر وضرب الناقوس وإظهار أعيادهم المحرر في الفقه على مذهب الإمام أحمد بن حنبل 2/ 185 ] [ فصل، في تهنئتهم بزوجة أو ولد أو قدوم غائب أو عافية أو سلامة من مكروه ونحو ذلك، وقد اختلفت الرواية في ذلك عن أحمد فأباحها مرة ومنعها أخرى، والكلام فيها كالكلام في التعزية والعيادة ولا فرق بينهما، ولكن ليحذر الوقوع فيما يقع فيه الجهال من الألفاظ التي تدل على رضاه بدينه، كما يقول أحدهم متعك الله بدينك أو نيحك فيه، أو يقول له أعزك الله أو أكرمك إلا أن يقول أكرمك الله بالإسلام وأعزك به ونحو ذلك، فهذا في التهنئة بالأمور المشتركة. وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم، فيقول عيد مبارك عليك، أو تهنأ بهذا العيد، ونحوه، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات، وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب، بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. أحكام أهل الذمة 1/ 441] Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa apa yang disampaikan Habib Ali jufri tentang adanya pendapat dalam Mazhab Hanbali yang membolehkan ucapan selamat Natal adalah keterangan yang TIDAK TEPAT, sebab yang disebutkan oleh al-Mardawi dalam kitabnya al-Inshof BUKAN masalah UCAPAN SELAMAT NATAL, akan tetapi hanya sekedar UCAPAN SELAMAT, Yang kemudian dijelaskan dalam kitab Mazhab Hanbali lainnya bahwa maksudnya adalah UCAPAN SELAMAT DALAM PERKARA DUNIAWI sebagaimana dijelaskan di atas, adapun ucapan selamat Natal secara spesifik dan eksplisit disebutkan KEHARAMANNYA dalam keterangan kitab mazhab Hanbali diatas. Justru jika ditelaah lebih dalam, Mazhab Hanbali dalam hal ini sangat keras, jangankan Muslim mengucapkan selamat Natal, menurut mereka, orang Nasranipun dilarang MENAMPAKKAN Syiar hari raya mereka, itu dalam Mazhab Hanbali. Karenanya, secara otomatis gugurlah klaim beliau bahwa qoul dalam mazhab Hanbali ini adalah pendapat otoritatif / mu’tabar dari mutaqoddimin yang memperbolehkan ucapan selamat natal. 2. Adapun ungkapan HB Ali terkait dalil yang dijadikan sandaran para ulama mutaqoddimin dalam mengharamkan ucapan selamat natal, maka menurut kacamata Ushul Fiqih tugas kita dan beliau sebagai muqollid hanya mengikuti apa yang para mujtahid tuangkan dalam berbagai refrensi fiqih yang Mu’tabar selama masalah yang dipertanyakan dimuat dalam kitab-kitab mereka. Kita belum sampai kapasitas mufti terlebih mujtahid dengan berbagai tingkatannya yang bisa langsung melahirkan hukum dari dalil serta mengutak atik Qiyas. Bahkan, saya teringat keterangan Syaikhuna al-Allamah al-Ushuli Muhammad al-Amin as-Syinqithi al-Maliki al-Hasani yang juga merupakan guru dari Hb Ali al-jufri, beliau menjelaskan bahwa tatkala kita mengkaji dalil dari hukum yang kita ikuti dari seorang mujtahid, pada hakikatnya kita masih pada taraf mengira-ngira saja, adapun kumpulan dalil yang pada hakikatnya dijadikan dasar hukum oleh mujtahid yang kita ikuti, hanya beliau yang mengetahui, karena sudut pandang dalil yang Mujtahid tidak ungkapkan sering kali jauh lebih banyak ketimbang yang diungkapkan, bahkan terkadang mujtahid tidak ungkapkan dalil yang ia gunakan sama sekali, meskipun ijtihadnya pasti berlandaskan dalil, karena tidak ada keharusan bagi Imam Mujtahid untuk menyampaikan dalil kepada para pengikutnya. 3. Sebagai penutup, saya ingin sampaikan sebuah perumpaan, saya tidak berani menyebut ini sebagai dalil syar’I, hanya pendekatan logika agar mudah difahami. Jika ada seseorang minum khomer, tentu tak mungkin kita ucapkan selamat padanya atas khomer yang ia minum, karena sama saja memberikan selamat atas sebuah kemunkaran. Begitu pula, jika ada yang kumpul kebo, tak mungkin kita ucapkan padanya; selamat kumpul kebo, karena kita tau kumpul kebo itu adalah kemunkaran. Dalam pandangan ummat kristiani, Natal adalah hari lahirnya Yesus sebagai Anak Tuhan, sedangkan menjadi harga mati bagi seorang muslim bahwa Allah tidak bisa dan tidak boleh disekutukan, lantas kenapa kita memberikan selamat atas hari yang diyakini sebagai penyekutuan Allah, padahal dalam kacamata kita itu adalah kemunkaran terbesar ? disitu ada “Syubhatul Iqror” SEOLAH ada pemberian restu atas keyakinan , meskipun kita tidak berniat dan meyakini demikian ! Yang membuat saya terus bertanya-tanya, mengapa Habib Ali al-Jufri menganggap “Syubhatul Iqror” itu hanya ada dizaman dulu, padahal dizaman sekarang, dengan derasnya penyebaran faham pluralisme yang meyakini semua agama itu sama, justru “ Syubhatul Iqror” menjadi semakin kuat, apalagi di Indonesia sedang digiring bahwa menganggap agama diluar Islam sebagai “kafir’ adalah tindakan Intoleran dan merasa benar sendiri. Jika syubhatul Iqror itu dianggap sebagai Illat hukum, maka keberadaan Illat itu semakin kuat dan nyata di tengah derasnya penyebaran pluralisme, bukan malah hilang. 4. Saya sangat setuju dengan Sayyidil Habib Ali al-jufri bahwa kita harus menjunjung tinggi toleransi dan sebagai mana saya setuju ajakan beliau utk berbuat al-Birr kebaikan kepada non muslim yang tidak harbi. Namun toleransi dan al-Birr tidak harus dengan mengucapkan selamat natal. Di -Indonesia, dari dulu kita hidup damai penuh toleransi dengan kaum Nasrani tanpa mengucapkan selamat Natal, no problem. Toleransi dan al-birr diiwujudkan dengan tidak menggangu ibadah satu sama lain, saling bahu membahu membangun bangsa dan melakukan aksi kemanusian, saling memenuhi hak dan kewajiban, dll, tanpa harus melanggar apa yang telah digariskan oleh Aslafuna Solihin. Sekali lagi, tulisan ini saya buat tanpa mengurangi rasa cinta, hormat dan ta’dzhim saya kepada Habib Ali al-Jufri, semoga Allah berikan beliau umur yang Panjang serta sehat wal afiat dalam ketaatan kepada Allah swt. Wallahu a’lam. Artikel Terkait Jika Mengucapkan Natal Tak Merusak Akidah Tentu Nabi Sudah Melakukannya Abu Yazid Bustami dan 19 Pertanyaan Sulit Pendeta Nasrani
BloggerTraveling Dan Satwa, Traveling, Satwa Unik, Wisata, Traveler, Animalia Hewan, binatang, fauna, margasatwa, atau satwa ,organisme
Habib Ali al-Jufri Ikut Ucapkan Selamat Natal Ucapan selamat natal untuk umat Kristiani selalu menjadi perbincangan setiap akhir Desember. Beberapa kalangan memperbolehkan dan beberapa kalangan juga melarang, bahkan ada yang mengkafirkan, Naudzubillah min larut dalam perdebatan yang tanpa berujung. Kita rujuk saja para ulama’ yang teduh dan damai dalam menyampaikan dakwah-dakwahnya. Salah satunya Habib Ali asal Yaman yang memiliki nama lengkap Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri secara mengejutkan memberikan ucapan selamat natal melalui cuitannya di akun twitternya yang telah cuitannya tersebut, Habib yang dikenal sangat luwes dan moderat dalam berdakwah ini mengutip surat Maryam ayat 33. “Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku Isa alaihissalam, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”Selain mengutip Maryam ayat 33. Habib Ali al-Jufri juga menyertakan ucapan khusus yang ditujukan kepada segenap umat Kristen baik katolik maupun protestan. Ia juga mendoakan umat Kristiani agar selalu dilimpahi kedamaian dan kasih damai.{وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا}. سورة مريم آية 33تهنئة لإخوتنا المسيحيين الكاثوليك والبروتستانت بعيد الميلاد المجيد أعاده الله عليهم وعلى العالم بالخير والمحبة والسلام.— علي الجفري alhabibali 24 Desember 2017Tidak kali ini Habib Ali memberikan pendapatnya yang kontroversial. Sebelumnya, pendakwah yang merupakan sahabat dan murid Habib Umar bin Hafidz ini juga pernah berpidato dengan lantang bahwa ia sangat mengasihi semua manusia, termasuk orang-orang yang berbeda keyakinan berita ini diturunkan, cuitan Habib Ali al-Jufri ini mendapat banyak respon dari para pengikutnya. Pertama Habib Ali al-Jufri memandang boleh mengucapkan Selamat Natal, beliaupun akan mengucapkannya pada tanggal 25 desember mendatang, namun beliau menjelaskan bahwa mayoritas Ulama mengharamkan ucapan selamat (tahni'ah) atas hari raya orang kafir, hanya saja menurut beliau dalam mazhab Hanbali ada 3 pendapat dalam hal ini, yaitu; Haram
- Menjadi tradisi klasik di Indonesia, menjelang perayaan natal bagi nasrani kembali ramai pro kontra ucapan selamat natal. Yang terbaru adalah beredarnya video yang berisi fatwa Habib Ali al-Jufri yang membolehkan ucapkan selamat natal bagi kaum nasrani. Kronologi beredar luas video Fadhilatul Habib Ali al-Jufri – hafidzhohullah- yang berisi fatwa beliau tentang hukum mengucapkan Selamat Natal. Fatwa beliau menjadi polemik serta menuai pro kontra di tengah umat Islam Indonesia, khususnya kalangan penuntut ilmu agama. Awalnya alfaqir sungkan untuk ikut berkomentar dalam hal ini, karena Habib Ali adalah sosok dai yang tidak asing lagi kiprahnya dalam dunia dakwah. Namun seiring derasnya pertanyaan yang masuk ke alfaqir terkait masalah tersebut, maka amanat ilmu mengharuskan alfaqir untuk menyampaikan apa yang harus disampaikan agar selamat dari ancaman Nabi ﷺ bagi mereka yang menyembunyikan ilmu. Tentunya, tulisan ini hanyalah corat-coret ilmiah, tanpa mengurangi rasa hormat, ta’dzhim dan mahabbah alfagir kepada beliau. Harap dibaca dengan seksama dan utuh, agar dapat dipahami dengan baik. Pertama, Habib Ali al-Jufri memandang boleh mengucapkan Selamat Natal, beliaupun akan mengucapkannya pada tanggal 25 desember mendatang, namun beliau menjelaskan bahwa mayoritas Ulama mengharamkan ucapan selamat tahni’ah atas hari raya orang kafir, hanya saja menurut beliau dalam mazhab Hanbali ada 3 pendapat dalam hal ini, yaitu; Haram, Makruh, Mubah. Sehingga ini menjadi khilaf yang mu’tabar dan selama khilaf mu’tabar tidak boleh di-inkari. Sejauh mana kebenaran dari penjelasan Habib Ali tersebut? Sudah tepat apa yang disampaikan Habib Ali bahwa mayoritas Ulama mengharamkan ucapan selamat hari raya bagi non Muslim, bahkan dalam Mazhab Syafi’i, Muslim yang mengucapkan selamat hari raya kepada kafir dzimmi diberikan ta’ziir/sanksi [lihat Mughni al-Muhtaj 4/162, an-Najmu al-Wahhaj 9/244]. Semua ibaroh ulama tentang keharaman ucapan Selamat Natal dari berbagai referensi otoritatif 4 mazhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali dimuat secara akurat, gamblang dan sistematis oleh al-Allamah as-Syeikh Dr. Abdunnashiir Ahmad al-Malibari as-Syafi’I dalam kitabnya “Roddu al-Aughood an Muwalaati al-Kuffar wa at-Tasyabbuh bihim wa Tahni’atihim bil A’yad”, terlalu panjang jika harus saya kutip di sini satu per satu. Baca juga Ini Hukuman yang Pantas Bagi Para Penista Nabi Yang menjadi tanda tanya besar, apa benar yang Habib Ali jelaskan bahwa ada pendapat dalam mazhab Hanbali yang bolehkan ucapan Selamat Natal? Beliau mengatakan bahwa pendapat tersebut dikutip dari kitab al-Inshof karya al-Imam al-Mardaawi, berikut redaksi aslinya [قوله وفي تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم روايتان وأطلقهما في الهداية، والمذهب، ومسبوك الذهب، والمستوعب، والخلاصة، والكافي، والمغني، والشرح، والمحرر، والنظم، وشرح ابن منجا. إحداهما يحرم. وهو المذهب. صححه في التصحيح. وجزم به في الوجيز، وقدمه في الفروع والرواية الثانية لا يحرم. فيكره. وقدمه في الرعاية، والحاويين، في باب الجنائز. ولم يذكر رواية التحريم. وذكر في الرعايتين، والحاويين رواية بعدم الكراهة. فيباح وجزم به ابن عبدوس في تذكرته. وعنه يجوز لمصلحة راجحة، كرجاء إسلامه. اختاره الشيخ تقي الدين. الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف للمرداوي 4/ 234] Pada redaksi ini pengarang/muallif menjelaskan tentang hukum tahni’ah beri ucapan selamat kepada orang kafir dzimmi, begitu pula hukum bertakziah dan menjenguk mereka ketika mereka sakit, dalam hal ini ada tiga pendapat dalam mazhab Hanbali; haram, makruh, dan mubah. Pendapat ketiga mubah diunggulkan oleh Syekh Ibnu Taimiyyah jika ada motiv sebuah kemaslahatan dan diharapkan bisa masuk Islam. Namun timbul lagi pertanyaan, di situ hanya disebutkan “tahni’ah” yang artinya ucapan selamat, tanpa embel-embel “tahni’ah kuffar bil iid”, selamat atas hari raya kuffar/natal, dll. Lantas apa yang dimaksud dengan “ucapan selamat” dalam masalah di atas? Ternyata yang dimaksud “tahni’ah” dalam ibaroh kitab “al-Inshof” di atas bukan Tahni’ah bi idil Kuffar/ucapan selamat atas hari raya orang kafir atau natal sebagaimana yang dijelaskan Habib Ali al-Jufri, namun lebih tepatnya memberikan ucapan selamat dalam perkara-perkara duniawi, seperti selamat atas kelahiran anaknya, selamat atas rumah barunya, selamat atas kesuksesan bisnisnya, dll. Hal ini bisa dipahami dari keterangan ulama Hanabilah dalam kitab-kitab lainnya, sebab karakter kitab-kitab fiqih itu saling melengkapi satu sama lain. Keterangan tersebut dapat ditemukan secara implisit dalam Kitab “Al-Muharror” karya Majduddin Ibnu Taimiyyah al-Jadd dan secara eksplisit dalam kitab “Ahkam ahli dzimmah” karya Ibnu al-Qoyyim, yang mana keduanya merupakan ulama yang banyak dijadikan rujukan dalam mazhab Hanbali. Berikut redaksinya [وفي جواز تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم روايتان ويدعى لهم إذا أجزناها بالبقاء وكثرة المال والولد ويقصد به كثرة الجزية – إلى قوله – ويمنعون من إظهار المنكر وضرب الناقوس وإظهار أعيادهم المحرر في الفقه على مذهب الإمام أحمد بن حنبل 2/ 185 ] [ فصل، في تهنئتهم بزوجة أو ولد أو قدوم غائب أو عافية أو سلامة من مكروه ونحو ذلك، وقد اختلفت الرواية في ذلك عن أحمد فأباحها مرة ومنعها أخرى، والكلام فيها كالكلام في التعزية والعيادة ولا فرق بينهما، ولكن ليحذر الوقوع فيما يقع فيه الجهال من الألفاظ التي تدل على رضاه بدينه، كما يقول أحدهم متعك الله بدينك أو نيحك فيه، أو يقول له أعزك الله أو أكرمك إلا أن يقول أكرمك الله بالإسلام وأعزك به ونحو ذلك، فهذا في التهنئة بالأمور المشتركة. وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم، فيقول عيد مبارك عليك، أو تهنأ بهذا العيد، ونحوه، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات، وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب، بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. أحكام أهل الذمة 1/ 441] Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa apa yang disampaikan Habib Ali jufri tentang adanya pendapat dalam mazhab Hanbali yang membolehkan ucapan Selamat Natal adalah keterangan yang Tidak Tepat, sebab yang disebutkan oleh al-Mardawi dalam kitabnya al-Inshof bukan masalah Ucapan Selamat Natal, akan tetapi hanya sekadar Ucapan Selamat, yang kemudian dijelaskan dalam kitab Mazhab Hanbali lainnya bahwa maksudnya adalah Ucapan Selamat Dalam Perkara Duniawi sebagaimana dijelaskan di atas, adapun ucapan Selamat Natal secara spesifik dan eksplisit disebutkan keharamannya dalam keterangan kitab mazhab Hanbali di atas. Justru jika ditelaah lebih dalam, Mazhab Hanbali dalam hal ini sangat keras, jangankan Muslim mengucapkan Selamat Natal, menurut mereka, orang Nasranipun dilarang menampakkan syiar hari raya mereka, itu dalam Mazhab Hanbali. Karenanya, secara otomatis gugurlah klaim beliau bahwa qoul dalam mazhab Hanbali ini adalah pendapat otoritatif / mu’tabar dari mutaqoddimin yang memperbolehkan ucapan Selamat Natal. Kedua, adapun ungkapan Habib Ali terkait dalil yang dijadikan sandaran para ulama mutaqoddimin dalam mengharamkan ucapan Selamat Natal, maka menurut kacamata Ushul Fiqih tugas kita dan beliau sebagai muqollid hanya mengikuti apa yang para mujtahidtuangkan dalam berbagai referensi fiqih yang mu’tabar selama masalah yang dipertanyakan dimuat dalam kitab-kitab mereka. Kita belum sampai kapasitas mufti terlebih mujtahiddengan berbagai tingkatannya yang bisa langsung melahirkan hukum dari dalil serta mengutak atik qiyas. Bahkan, saya teringat keterangan Syaikhuna al-Allamah al-Ushuli Muhammad al-Amin as-Syinqithi al-Maliki al-Hasani yang juga merupakan guru dari Habib Ali al-jufri, beliau menjelaskan bahwa tatkala kita mengkaji dalil dari hukum yang kita ikuti dari seorang mujtahid, pada hakikatnya kita masih pada taraf mengira-ngira saja, adapun kumpulan dalil yang pada hakikatnya dijadikan dasar hukum oleh mujtahid yang kita ikuti, hanya beliau yang mengetahui, karena sudut pandang dalil yang mujtahid tidak ungkapkan seringkali jauh lebih banyak ketimbang yang diungkapkan, bahkan terkadang mujtahid tidak ungkapkan dalil yang ia gunakan sama sekali, meskipun ijtihadnya pasti berlandaskan dalil, karena tidak ada keharusan bagi Imam Mujtahid untuk menyampaikan dalil kepada para pengikutnya. Ketiga, sebagai penutup, saya ingin sampaikan sebuah perumpaan, saya tidak berani menyebut ini sebagai dalil syari, hanya pendekatan logika agar mudah dipahami. Jika ada seseorang minum khamar, tentu tak mungkin kita ucapkan selamat padanya atas khamar yang ia minum, karena sama saja memberikan selamat atas sebuah kemunkaran. Begitu pula, jika ada yang kumpul kebo, tak mungkin kita ucapkan padanya; selamat kumpul kebo, karena kita tau kumpul kebo itu adalah kemunkaran. Dalam pandangan umat kristiani, Natal adalah hari lahirnya Yesus sebagai Anak Tuhan, sedangkan menjadi harga mati bagi seorang Muslim bahwa Allah tidak bisa dan tidak boleh disekutukan, lantas kenapa kita memberikan selamat atas hari yang diyakini sebagai penyekutuan Allah, padahal dalam kacamata kita itu adalah kemunkaran terbesar? Di situ ada “Syubhatul Iqror” seolah ada pemberian restu atas keyakinan, meskipun kita tidak berniat dan meyakini demikian! Yang membuat saya terus bertanya-tanya, mengapa Habib Ali al-Jufri menganggap “Syubhatul Iqror” itu hanya ada di zaman dulu, padahal di zaman sekarang, dengan derasnya penyebaran paham pluralisme yang meyakini semua agama itu sama, justru “Syubhatul Iqror” menjadi semakin kuat, apalagi di Indonesia sedang digiring bahwa menganggap agama di luar Islam sebagai “kafir’ adalah tindakan intoleran dan merasa benar sendiri. Jika syubhatul iqror itu dianggap sebagai illat hukum, maka keberadaan illat itu semakin kuat dan nyata di tengah derasnya penyebaran pluralisme, bukan malah hilang. Baca juga Menakwil Mas Ahmad Muwafiq Gus Muwafiq Keempat. Saya sangat setuju dengan Sayyidil Habib Ali al-jufri bahwa kita harus menjunjung tinggi toleransi dan sebagaimana saya setuju ajakan beliau untuk berbuat al-birr kebaikan kepada non-Muslim yang tidak harbi. Namun toleransi dan al-birr tidak harus dengan mengucapkan Selamat Natal. Di -Indonesia, dari dulu kita hidup damai penuh toleransi dengan kaum Nasrani tanpa mengucapkan Selamat Natal, no problem. Toleransi dan al-birr diiwujudkan dengan tidak menggangu ibadah satu sama lain, saling bahu membahu membangun bangsa dan melakukan aksi kemanusiaan, saling memenuhi hak dan kewajiban, dll, tanpa harus melanggar apa yang telah digariskan oleh Aslafuna Solihin. Sekali lagi, tulisan ini saya buat tanpa mengurangi rasa cinta, hormat, dan ta’dzhimsaya kepada Habib Ali al-Jufri, semoga Allah berikan beliau umur yang panjang serta sehat wal afiat dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Wallahu a’lam. Ketua Umum Front Santri Indonesia Rep Admin Hidcom, Editor Muhammad Abdus Syakur, Sumber
\n habib ali al jufri natal
HabibAli Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri, atau akrab disapa Habib Ali al-Jufri saja, berbicara tentang masalah yang terjadi di Yerusalem. Ulama kelahiran Jeddah, Arab Saudi ini menyoroti bahwa apa yang terjadi di sana bukan hanya tanggung jawab orang Palestina saja, melainkan seluruh umat Islam. Setiap akhir tahun di Indonesia, biasanya akan mencuat perdebatan boleh tidaknya seorang muslim mengucapkan selamat natal pada umat Kristen. Perdebatan itu muncul karena banyaknya perbedaan pendapat yang membuat keragaman kepercayaan di Indonesia sedikit terusik. Ada yang menilai bahwa ketika seorang muslim mengucapkan selamat natal, berarti secara tidak langsung dia mengakui bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Tetapi, ada pula yang menganggap ucapan tersebut sebagai bentuk toleransi dalam kehidupan dan tidak dikhawatirkan merusak akidah seorang muslim. baca juga HUT RI Ke-77, Perindo Gelar Lomba Hingga Bazar Kuliner Basarah PPHN Panitia Adhoc MPR Permudah Amandemen Periode 2024-2029 Baru Keluar Penjara, Ajay Priatna Kembali Ditangkap KPK Di antara ulama yang memberikan pendapat yang cukup mengejutkan adalah Habib Ali Al-Jufri di tahun 2017 silam melalui akun Twitternya. Ulama bernama lengkap Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri mengejutkan banyak pihak kala memberikan ucapan selamat natal melalui cuitannya. Dalam cuitan dengan bahasa Arab tersebut, Habib Ali sangat luwes mengutip Surah Maryam ayat 33 yang artinya, "Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku Isa alaihissalam, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” ISTIMEWA Tidak hanya mengutip QS. Maryam ayat 33, dalam cuitanya itu Habib Ali Al-Jufri menyertakan pula doa khusus kepada segenap umat Kristiani baik yang Katolik maupun Protestan. Beliau juga mendoakan umat Kristiani agar selalu mendapat limpahan kedamaian dan kasih damai. Sejatinya ucapan beliau yang menjadi kontroversi kala itu bukan satu kali saja terjadi. Hal ini karena komitmen beliau yang sempat menyatakan akan mengasihi semua manusia termasuk yang berbeda keyakinan. Apa yang ditunjukkan Habib Ali Al-Jufri tersebut tentu patut menjadi renungan bagi kita orang Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Kehidupan akan semakin indah, damai dan tentram tanpa harus selalu bertikai. Wallau a'lam.[] Salahsatunya Habib Ali al-Jufri. Habib asal Yaman yang memiliki nama lengkap Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri secara mengejutkan memberikan ucapan selamat natal melalui cuitannya di akun twitternya yang telah terverifikasi. Dalam cuitannya tersebut, Habib yang dikenal sangat luwes dan moderat dalam berdakwah ini mengutip As of 2023 1409 Rank 22 Move 0-0 W-L 0 Titles $1,208 Prize Money Career 1409 Career High 0-0 W-L 0 Titles $3,640 Prize Money Singles & Doubles combined Head2Head Last Events Played M15 Prijedor Prijedor, Bosnia & Herzegovina Total Financial Commitment 1 Of 6 Round Scores R16 767 06 119 M25 Nottingham Nottingham, Great Britain Total Financial Commitment 2 Of 6 M25 Nottingham Nottingham, England Total Financial Commitment 3 Of 6 Round Scores R32 62 46 60 M25 Sunderland Sunderland, Great Britain Total Financial Commitment 5 Of 6 MemeIslami : Nasihat Habib Umar bin Hafidz Posted on September 27, 2015 by Santri Admin Jadikan TV, HP, Internet dan alat alat teknologi lainnya sebagai pelayan dan pembantu untuk Agamamu, jika tidak maka alat alat itu akan merusak dirimu, sedangkan engkau akan tertawa karena tidak menyadarinya. Habib Ali al-Jufri Saya Ikut Ucapkan Selamat Natal Ucapan selamat natal untuk umat Kristiani selalu menjadi perbincangan setiap akhir Desember. Beberapa kalangan memperbolehkan dan beberapa kalangan juga melarang, bahkan ada yang mengkafirkan, Naudzubillah min larut dalam perdebatan yang tanpa berujung. Kita rujuk saja para ulama’ yang teduh dan damai dalam menyampaikan dakwah-dakwahnya. Salah satunya Habib Ali asal Yaman yang memiliki nama lengkap Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri secara mengejutkan memberikan ucapan selamat natal melalui cuitannya di akun twitternya yang telah cuitannya tersebut, Habib yang dikenal sangat luwes dan moderat dalam berdakwah ini mengutip surat Maryam ayat 33. “Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku Isa alaihissalam, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”Selain mengutip Maryam ayat 33. Habib Ali al-Jufri juga menyertakan ucapan khusus yang ditujukan kepada segenap umat Kristen baik katolik maupun protestan. Ia juga mendoakan umat Kristiani agar selalu dilimpahi kedamaian dan kasih damai.{وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا}. سورة مريم آية 33تهنئة لإخوتنا المسيحيين الكاثوليك والبروتستانت بعيد الميلاد المجيد أعاده الله عليهم وعلى العالم بالخير والمحبة والسلام.— علي الجفري alhabibali 24 Desember 2017Tidak kali ini Habib Ali memberikan pendapatnya yang kontroversial. Sebelumnya, pendakwah yang merupakan sahabat dan murid Habib Umar bin Hafidz ini juga pernah berpidato dengan lantang bahwa ia sangat mengasihi semua manusia, termasuk orang-orang yang berbeda keyakinan berkunjung ke Indonesia, Habib Ali juga mengonfirmasi pernyataan-pernyataan tentang kebolehan mengucapkan selamat natal. Habib Ali menyebutkan bahwa siapapun boleh berbeda pendapat terkait ucapan selamat ada orang yang mengucapkan natal, menurutnya, jangan dikafirkan, begitu juga jika ada orang yang tidak mau mengucapkan, hargai pendapatnya. ANWallahu a’lam. QEzkiW.
  • vlpynu2n4h.pages.dev/497
  • vlpynu2n4h.pages.dev/757
  • vlpynu2n4h.pages.dev/631
  • vlpynu2n4h.pages.dev/79
  • vlpynu2n4h.pages.dev/419
  • vlpynu2n4h.pages.dev/55
  • vlpynu2n4h.pages.dev/856
  • vlpynu2n4h.pages.dev/718
  • vlpynu2n4h.pages.dev/305
  • vlpynu2n4h.pages.dev/188
  • vlpynu2n4h.pages.dev/858
  • vlpynu2n4h.pages.dev/393
  • vlpynu2n4h.pages.dev/330
  • vlpynu2n4h.pages.dev/833
  • vlpynu2n4h.pages.dev/40
  • habib ali al jufri natal